JAKARTA, NEUMEDIA.ID – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadwalkan pemungutan suara bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri lebih awal atau sebelum14 Februari 2024.
Berdasarkan data yang dihimpun Neumedia.id, pelaksanaan pemungutan suara di tiga negara dengan jumlah populasi pekerja migran terbanyak berlangsung saat mendekati perayaan Imlek.
Di Hongkong, misalnya, dijadwalkan pada Selasa (13/2/2024). Kemudian, di Singapura dan Malaysia pada Minggu (11/2/2024). Ada tiga metode yang diterapkan dalam pemungutan suara, yaitu tempat pemungutan suara (TPS), pos, dan kotak suara keliling.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam keterangannya, Migrant Care menilai penetapan jadwal pemungutan suara di empat negara itu tidak tepat. Sebab, mayoritas pekerja domestik akan kesulitan untuk berkontribusi langsung untuk memilih di lokasi TPS yang disediakan.
Mereka akan kesulitan mendapatkan izin dari majikan karena berlangsung perayaan Imlek.“Kami pekerja migran belum tentu dapat berpartisipasi pada hari itu, karena majikan belum tentu memberikan fasilitas tersebut,” ujar Sammy Gunawan, perwakilan Indonesia Family Network Singapura dikutip Neumedia.id dari laman resmi Migrant Care, Sabtu (27/1/2024).
“Kalaupun kita mau mengubah dengan metode pos masih harus keluar rumah untuk mendaftar di pos,” lanjutnya.
Ia menegaskan, pekerja migran Indonesia di Singapura sangat menyayangkan keputusan KPU yang menjadwalkan pemungutan suara ini.
Kemungkinan besar, para pekerja migran akan memilih metode pemungutan suara melalui pos. Namun, hal ini dinilai rentan terhadap bentuk kecurangan dan penyalahgunaan surat suara.
Menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Usep Hasan Sadikin, KPU saat ini tidak mengedepankan perundang-undangan sebagai dasar tindakan penyelenggaraan pemilu.
Seharusnya penyelenggaraan pemilu dilakukan berdasarkan asas Luber Jurdil. Semua wilayah dan ruang waktu harus berlaku sama. Ia beranggapan bahwa keputusan yang tidak berdasarkan pada peraturan akan sangat rentan pada penyalahgunaan dan kecurangan pemungutan suara.
Belum lagi, para pekerja migran tidak pernah diberikan edukasi dan sosialisasi tentang pemilu sejak awal. Hal ini sebagaimana diungkap oleh Sringatin Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) Hong Kong.
Menurutnya, perubahan metode pemungutan suara ini sangat merugikan pekerja migran yang memiliki antusias tinggi untuk terlibat dalam pemungutan suara.
”Tidak ada informasi untuk pekerja migran di Hong Kong bahwa pemungutan suara dilakukan melalui pos, dan itu mengejutkan kita semua” ujarnya. (*/ofi)