MADIUN, NEUMEDIA.ID – Penyelenggaraan negara Republik Indonesia oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dinilai telah menyimpang terus menuai kritikan. Kali ini,sejumlah sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), termasuk para guru besar menyampaikan ‘Petisi Bulaksumur’.
Petisi itu dibacakan di Balairung UGM, Sleman, DIY dan disiarkan melalui akun YouTube @ugm.yogyakarta, Rabu (31/1/2024). Tayangan dalam media sosial itu berdurasi 26 menit 21 detik itu berjudul Mimbar Akademik: Menjaga Kemurnian Demokrasi.
Dalam petisinya, para sivitas akademika UGM menyatakan prihatin dengan kondisi perpolitikan nasional selama beberapa waktu terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan yang menyimpang di era pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” bunyi Petisi Bulaksumur yang dibacakan oleh Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Koentjoro yang dikutip Neumedia.id dari akun YouTube UGM Yogyakarta, Kamis (1/2/2024).
Seperti diketahui, Presiden Jokowi merupakan alumnus Program Program Studi S1 di Fakultas Kehutanan UGM angkatan tahun 1980. Ia dinyatakan lulus dari UGM pada tahun 1985 sesuai ketentuan dan bukti kelulusan yang dimiliki oleh UGM.
Sebagai alumni, Koentjoro melanjutkan, semestinya Jokowi berpegang pada jati diri UGM yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Hal ini dengan memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai standar moral yang tinggi.
Dengan demikian, dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah (legitimate) demi melanjutkan estafet kepemimpinan untuk mewujudkan cita-cita luhur. Hal ini sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Namun demikian, dalam beberapa waktu terakhir tindakan pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dinilai menyimpang dari jati diri UGM. Dalam Petisi Bulaksumur, para sivitas akademika perguruan tinggi tersebut menyinggung tentang pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK).
Selain itu, keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang bergulir. Juga, pernyataan kontradiktif dari Presiden Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik, netralitas dan keberpihakan.
Para sivitas akademika UGM menganggap itu semua sebagai wujud penyimpangan dan ketidakpedulian terhadap prinsip demokrasi.
“Tetapi ada sebuah peristiwa yang kemudian membuat semuanya berbalik arah dan membuat kita hari ini harus menyampaikan petisi itu sebagai peringatan,” kata Koentjoro. (*/ofi)